This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 26 April 2016

Indikator Efektivitas Proses Pembelajaran Pendidikan Kristen

Apa saja indikator efektivitas proses pembelajaran yang perlu diketahui oleh seorang pendidik Kristen? Mari kita membahas terlebih dahulu arti efektivitas. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu dari frasa “effective” yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektifitas mempunyai beberapa pengertian yaitu, akibatnya, pengaruh dan kesan, manjur, dapat membawa hasil.(KBI) Sedangkan dalam kamus Ilmiah Populer, efektivitas adalah ketepat gunaan, hasil guna, menunjang tujuan.
Pembahasan tentang arti efektivitas menolong kita untuk memahami indikator efektivitas proses pembelajaran Pendidikan Kristen. Namun sebelumnya mari kita cermati pernyataan Bemard tentang efektivitas dalam konteks organisasi. Efektivitas dalam konteks organisasi diartikan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat objektif (“if it accomplished its specific objective aim”). Selanjutnya Schein dalam bukunya “organizational Psychology mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.(Widodo, 2002)
Frasa efektivitas dapat dipahami dalam pengertian tercapainya sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas (hasil) yaitu mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Di mana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
Menurut Yusufhadi Miarso, efektivitas pembelajaran adalah yang menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi para peserta didik atau siswa, melalui prosedur pembelajaran yang tepat. Jadi, menurut definisi ini efektivitas pembelajaran dikenali dari tercapainya tujuan pembelajaran. (Yusufhadi Miarso, 2004)
Selain itu, Astim Riyanto menyatakan bahwa efektivitas pembelajaran diartikan berhasil guna atau tepat guna, Definisi ini menegaskan efektifitas pembelajaran dalam dua indicator penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan guru. Menurut Gaff dalam Miarso pembelajaran yang efektif meliputi bagaimana membantu peserta didik atau siswa-siswi untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini efektivitas adalah membandingkan antara hasil belajar yang diperoleh dengan tujuan yang telah ditetapkan. Jika tujuan tercapai maka tercapai pula efektivitas. Efektivitas pembelajaran ditandai dengan indikator:

Pertama, kemampuan mengorganisir bahan pelajaran secara baik. Bagian penting yang perlu ada dalam mengorganisasi materi pelajaran adalah merumusan tujuan pembelajaran. Tujuan ini kini disebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, pemilihan bahan pelajaran, kegiatan kelas, pemberian tugas, dan penilaian. Pokok-pokok inilah yang mesti ada dalam komponen proses pembelajaran yang efektif. Pengorganisasian bahan pelajaran adalah kewenangan guru. Maka yang dapat menilai baik atau tidaknya pengorganisasian materi pelajaran adalah para sejawat dalam bidang studi yang bersangkutan, atau ketua program studi, dan siswa. Siswa yang mengikuti pelajaran guru dapat menilai guru dengan cukup tepat. Misalnya siswa dapat menilai: apakah guru menyajikan bahan pelajaran di dalam cara teratur; apakah guru telah mempersiapkan diri untuk kelasnya, apakah guru telah menjelaskan pokok yang perlu dipelajari, dan apakahbahan ajar itu memungkinkan untuk dapat diikuti dengan baik.
Kedua Kemampuan berkomunikasi secara efektif. Aspek-aspek yang berkait dengan komunikasi secara efektif dalam pembelajaran pada bagian ini meliputi: strategi dan metode mengajar, pemakaian media untuk menarik perhatian mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Selain itu penyajian yang jelas, kelancaran berbicara, interpretasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh, kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi guru), dan kemampuan untuk mendengarkan siswa.
Ketiga, Kemampuan dalam Penguasaan dan antusiasme dalam mata pelajaran. Seorang guru dituntut mengetahui materi pelajarannya dengan baik, agar mudah mengorganisirnya secara sistematis dan logis. Guru mampu menghubungkan isi pelajarannya dengan apa yang telah diketahui siswa.
Keempat, kemampuan dalam bersikap positif terhadap peserta didik. Sikap positif terhadap siswa dilakukan melalui cara-cara seperti: Apakah guru memberi bantuan jika siswa mengalami kesulitan dengan bahan pelajaran. Apakah guru mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi pendapat, Apakah guru dapat dihubungi siswa di luar kelas, Apakah guru peduli terhadap apa yang dipelajari oleh siswa.
Kelima, Kemampuan memberi ujian dan nilai yang adil. Sejak awal pelajaran siswa harus mendapat informasi tentang: sistem penilaian yang akan mereka peroleh, seperti: kehadiran mereka dalam kelas, tugas-tugas yang akan dikerjakan, ujian tengah semester dan akhir semester.
Keenam, Kemampuan dalam kesesuaian soal ujian dengan bahan pelajaran yaitu pembuatan soal yang konsisten dengan indicator-indikator dari setiap kompetensi dasar yang telah dibuatnya sebagaimana yang ada dalam kontrak dan silabus serta satuan acara pembelajaran. Kesesuaian soal ujian dengan bahan pelajaran yang diberikan merupakan salah satu indicator keadilan dalam ujian.
Ketujuh, Hasil belajar siswa yang yang baik. Pelajaran yang diberi kepada siswa diarahkan untuk tercapainya perubahan pada tiga ranah yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pedoman yang harus dipegang adalah hasil belajar mahasiswa harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dimaksud dapat berupa perubahan tiga ranah di atas.

Jumat, 01 April 2016

Murid Yesus yang sejati mengenal kebenaran

Apa itu kebenaran?
Dalam Yohanes 18: 32  kita belajar dari Yesus tentang pengajaran kebenaran itu. Kebenaran yang diajarkan Yesus adalah kebenaran yang memerdekakan atau membebaskan manusia dari dosa.
Murid sejati yang mengenal kebenaran merupakan pengambaran selanjutnya mengenai kehidupan seorang murid yang sejati yang bertekun serta hidup di dalam pengajaran Yesus. Dikatakan bahwa murid yang sejati “mengenal kebenaran” dan “kebenaran itu memerdekakan kamu”. Dalam bahasa Yunani, terdapat dua kata yang biasanya diterjemahkan dengan “kebenaran”, yaitu kata dikaiosunh (righteousness) dan kata avlhqeia (“truth”). Istilah dikaiosunh biasanya digunakan untuk kebenaran yang bersifat objektif atau legal,[1] sedangkan istilah avlhqeia biasanya digunakan untuk “motif yang benar, sesuai dengan kenyataan, atau dapat dipercaya”.[2] Dalam ayat 32, kata Yunani yang diterjemahkan dengan “kebenaran” adalah avlhqeia. Itulah sebabnya, Ridderbos menyatakan bahwa “kebenaran” yang dimaksudkan di sini bukanlah kebenaran yang bersifat umum atau bersifat filosofis, melainkan kebenaran Injil yang datang melalui Yesus Kristus, yang telah menjadi darah dan daging di dalam Dia (1:14, 17). Itulah sebabnya, Yesus sendiri menyatakan bahwa Dia adalah kebenaran itu (14:7; 8:40, 44, 45).[3] Demikian pula Ben Witherington menyatakan bahwa kebenaran yang dimaksudkan di sini tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri yang merupakan Pewayu sekaligus pewahyuan itu sendiri. Di dalam Dia, rencana ilahi dari pewahyuan dan keselamatan itu tersingkap dan mencapai klimaks pemenuhannya.[4] Hal itu berarti, istilah ginwskw dalam konteks ini berarti memiliki pengenalan yang intim dengan Yesus. C.H. Dodd menyatakan bahwa murid yang sejati “bukan hanya harus mendengarkan pengajaran-Nya; mereka harus disatukan dengan Dia yang adalah kebenaran.”[5] Kebenaran itu juga akan memerdekakan mereka.
Jadi, pengajaran Yesus dalam ayat 31b-32 adalah bahwa murid yang sejati adalah murid yang tinggal di dalam pengajaran Yesus, memiliki hubungan yang intim dengan Yesus, dan dimerdekakan oleh Yesus. Sepertinya dalam pengajaran ini ada rujukan tentang peristiwa pembebasan Israel dari Mesir yang merupakan tempat perbudakan. Pengajaran ini hendak menegaskan bahwa sebagaimana Allah membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir, demikianlah kebenaran, yaitu Yesus Kristus membebaskan atau memerdekakan mereka yang adalah murid-murid-Nya yang sejati.[6]
Untuk tidak mengacaukan frasa “Kebenaran”, maka perlu dibedakan kebenaran yang dimaksud disini. Kebenaran yang dimaksud disini adalah kebenaran “logi atas” dan “buah logi atas”. Maksudnya yakni Yesus adalah firman itu (logi Allah), dan kehidupan-Nya sesuai dengan kehendak Bapa yang mengutus-Nya, yang dalam bagian ini saya sebut dengan istilah “logi yang berbuah” atau perbuatan yang sesuai dengan firman (logi).
Sedangkan logi dan buah logi yang lain yaitu logi dan buah logi manusia ciptaan Tuhan. Ada kebenaran Ilmu pengetahuan, seperti kebenaran Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Hukum, Pendidikan, Teologi dan lain-lain. Semuanya menyangkut pengetahuan yang benar yang terjadi dalam proses berpikir dan bertindak manusia.





[1] “dikaiosunh,” in Thayer’s Greek Lexicon (Software version of BibleWorks6).
[2] “avlhqeia,” in UBS Lexicon (Software version of BibleWorks6).
[3] Ridderbos, The Gospel according to John, 308; Carson, The Gospel of John, 348-349.
[4] Ben Witherington III, John’s Wisdom: A Commentary on the Fourht Gospel (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1995), 176-177.
[5] Dikutip dalam: Carson, The Gospel of John, 349.
[6] Beasley-Murray, John [software version].

Kesejatian mereka sebagai murid Yesus

Penginjil Yohanes tidak menyatakan bahwa “kalian akan menjadi murid-murid yang sejati”. Yang dikatakan Yohanes adalah “kalian adalah murid-murid-Ku yang sejati”.[1] Dengan kata lain, status sebagai murid yang sejati bukan dihasilkan oleh kalimat kondisional di atas yaitu “jikalau kalian tinggal di dalam firman-Ku”. Sebaliknya, kalimat kondisional itu merupakan ekspresi nyata dari status sebagai murid yang sejati. Itulah sebabnya, Herman Ridderbos benar saat mengomentari ayat ini demikian: “Kesejatian mereka sebagai murid haruslah terbukti dari ketekunan mereka terhadap pengajaran Yesus dan melakukan firman-Nya”[2] (bnd. 14:15, 21, 23, 24; 15:10; 17:6).
Marilah kita menjadi murid Yesus yang sejati, yaitu ketekunan dalam ajaran Yesus dan melakukan ajaran itu (Ajaran Yesus). Selamat berjalan dalam kesejatian sebagai pengikut Yesus.
Sebuah syair Zion menyatakan begini:
Domba sesat pulanglah 2
TUHAN YESUS sedang mencari
Domba sesat pulanglah
Bagi mereka yang meninggalkan Yesus dan beralih pada keyakinan lain, pulanglah karena YESUS sedang mencarimu.



[1] Morris, The Gospel of John, 404.
[2] Herman Ridderbos, The Gospel according to John: A Theological Commentary (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1997), 308.

Murid yang Sejati (Yohanes 18: 31b-32)

Yesus mengawali pengajaran-Nya pada bagian ini dengan mengemukakan sebuah kalimat kondisional: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku” bisa juga diterjemahkan: “jikalau kamu tinggal di dalam firman-Ku”]. Lalu diikuti dengan “kamu benar-benar adalah murid-Ku”. Kata “tinggal” atau “menetap” dapat diartikan ketekunan seorang pengikut Kristus. Sementara “firman-Ku” merujuk kepada keseluruhan pengajaran Yesus (bnd. 5:24; 14:23; dll.). Seorang ahli PB yaitu F.F. Bruce menyatakan bahwa “tinggal” di dalam “firman” berarti “melekatkan diri pada pengajara-Nya – menjalani kehidupan menurut arahannya”.[1] Dengan kata lain, melalui kalimat kondisional ini Yesus bermaksud menyatakan bahwa bertekun di di dalam pengajaran Yesus merupakan tanda murid sejati.[2] Karakteristik inilah yang nantinya terlihat dalam kehidupan para pengikut Yesus pasca kenaikan-Nya ke sorga (Kis. 2:42).



[1] F.F. Bruce, The Gospel of John: Introduction, Exposition, and Notes (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1994), 196.
[2] Carson, The Gospel of John, 348.